Anatomi Sitem Saraf

ANATOMI DAN FISIOLOGI SYSTEM SYARAF

 

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERSYARAFAN
I. ORGANISASI DAN SEL SARAF
A. SISTEM SARAF
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama :
1.                           Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor, yang terletakdi tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal (reseptor viseral).
2.                           Antivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi.
3.                           Output motorik. Input dari otak dan medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh , yang disebut sebagai efektor.

B. ORGANISASI STRUKTURAL SISTEM SARAF
a.       Sistem saraf pusat (SSP).
Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral.
b.      Sistem saraf perifer .
Meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor. Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
a) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
b) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar. Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi :
            Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.

askep hernia lengkap

askep hernia

MAKALAH
ASKEP HERNIA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem pencernaan II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang
Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi nutrisi. Namun, jika proses ini terjadi perubahan maka akan terjadi gangguan pencernaan termasuk  hernia.
Hernia terlihat sebagai suatu tonjolan yang hilang timbul lateral terhadap tuberkulum pubikum, tonjolan timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya menghilang secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang.
Insiden hernia pada populasi umum adalah 1%, dan pada bayi prematur 5%.Laki-laki paling sering terkena (85% kasus).Setengah dari kasus-kasus hernia inguinalis selama kanak-kanak terjadi pada bayi di bawah 6 bulan.Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada sisi kiri (2: 1).25% pasien menderita hernia bilateral.Sedangkan insiden tertinggi adalah pada masa bayi 9 lebih dari 50%), selebihnya terdapat pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun.
Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana penyakit tersebut sehingga dapat diputuskan tindakan secara tepat, apalagi insiden yang terjadi pada anak-anak, maka sangat diperlukan suatu tindakan secara dini dan tepat.
Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih detail lagi mengenai hernia meliputi etiologi, tanda dan gejala , pathofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, komplikasi  serta bagaimana memberikan asuhan keperawatan yang baik pada pasien dengan gangguan hernia.

1.2.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulisan mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1.    Bagaimana Anatomi dari Hernia ?
1.2.2.    Apa definisi Hernia ?
1.2.3.    Apa etiologi hernia ?
1.2.4.    Apa klasifikasi hernia ?
1.2.5.    Bagaimana manifestasi klinis hernia ?
1.2.6.    Apa tanda dan gejala hernia ?
1.2.7.    Bagaimana patofisiologi  dan pathway hernia ?
1.2.8.    Bagaimana penatalaksanaan hernia ?
1.2.9.    Bagaimana pemeriksaan penunjang hernia ?
1.2.10.    Apa komplikasi dari hernia ?
1.2.11.    Bagaimana pencegahan hernia ?
1.2.12.    Bagaimana proses keperawatan pada pasien dengan gangguan hernia ?
1.3.     Tujuan Penulisan
1.3.1.    Untuk mengetahui  anatomihernia
1.3.2.    Untuk mengetahui definisi hernia
1.3.3.    Untuk mengetahui etiologi hernia
1.3.4.    Untuk mengetahui klasifikasi hernia
1.3.5.    Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis hernia
1.3.6.    Untuk mengetahui tanda dan gejala hernia
1.3.7.    Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway  hernia
1.3.8.    Untuk mengetahui penatalaksanaan hernia
1.3.9.    Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hernia.
1.3.10.    Untuk mengetahui komplikasi dari hernia
1.3.11.    Untuk mengetahui pencegahan hernia
1.3.12.    Untuk mengetahui proses keperawatan pada pasien dengan gangguan hernia.

1.4.     Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai referensi melalui buku referensi dan internet.

1.5.     Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah ini adalah Bab 1 Pendahuluan, terdiri  dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 Pembahasan, dan Bab 3 Penutup.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.    Anatomi Hernia
Terdiri dari kantong, isi dan cincin hernia
2.2.    Definisi Hernia
Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009).
Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
Sedangkan menurut Tambayong (2000), Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hernia inguinalis adalah suatu keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya (kanalis inguinalis).

2.3.    Etiologi
Menurut Giri Made Kusala (2009), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hernia adalah :
a.    Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan  tekanan dalam rongga perut (Giri Made Kusala, 2009).
b.    Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi  buruh yang sebagian besar pekerjaannya  mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut (Giri Made Kusala, 2009).
c.    Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah ke dalam kanalis inguinalis.
d.    Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
e.    Obesitas
Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
f.    Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.
g.    Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
h.    Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).

2.4.    Klasifikasi Hernia
2.4.1. Berdasarkan Terjadinya
a).      Hernia Bawaan atau Kongenital
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita (Erfandi, 2009).
b).     Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat)
Hernia kongenital / bawaan ditemukan pada bayi sedangkan hernia akuisita / didapat, terutama akibat kelemahan otot dinding perut ditemukan pada orang dewasa. Proses terjadinya hernia eksternal pada bayi umumnya disebabkan penyakit kongenital, yakni penyakit yang muncul ketika bayi dalam kandungan dan umumnya tidak diketahui penyebabnya (Erfandi, 2009).

2.4.2. Berdasarkan sifatnya
a).     Hernia reponibel/reducible
Yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus (Erfandi, 2009).
b).  Hernia ireponibel
Yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus = perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus (Erfandi, 2009).
c). Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer = penjara)
Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Herniainkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis “hernia inkarserata”  lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai “hernia strangulata”.Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu mendapat pertolongan segera (Erfandi, 2009).
2.4.3. Berdasarkan Letaknya
a).     Hernia Femoralis
Hernia femoralis keluar melalui lakuna vasorum kaudal dari ligamentum inguinale. Keadaan anatomi ini sering mengakibatkan inkarserasi hernia femoralis. Hernia femoralis umumnya dijumpai pada perempuan tua, kejadian pada perempuan kira-kira 4 kali lelaki. Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan aktivitas yang menaikkan tekanan intra abdomen seperti mengangkat barang atau batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring. Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha (Syamsuhidayat, 2004).
Menurut Erfandi (2009), Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita daripada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkarserata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
b).  Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum dan kulit. Hernia ini terdapat kira-kira 20% bayi dan angka ini lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Tidak ada perbedaan angka kejadian antara bayi laki-laki dan perempuan. Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya ketika bayi menangis. Hernia umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi inkarserasi (Syamsuhidayat, 2004).
Menurut Erfandi (2009), Hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara. Tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat karena masalah pascaoperasi seperti infeksi, nutrisi tidak adekuat, atau kegemukan.
c).     Hernia sikatriks atau hernia insisional
Hernia ini terjadi pada bekas luka laparotomi. Sayatan pada nervus  mengakibatkan anestesi kulit dan paralisis otot pada segmen yang dilayani oleh saraf yang bersangkutan (Syamsuhidayat, 2004).
d).      Hernia Inguinalis
Hernia Inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang sebagai bagian yang lemah pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan. Hernia inguinalis dapat bersifat bawaan (kongenital) dan didapat (akuisita). Pasien laki-laki lebih banyak daripada pasien wanita. Pada pria, hernia bisa terjadi di selangkangan, yaitu pada titik dimana korda spermatika keluar dari perut dan masuk ke dalam skrotum (Asep Subarkah, 2008).
Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis dapat dibagi menjadi :
1.    Hernia inguinalis indirek
Disebut juga hernia inguinal lateralis, karena keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus.Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam muskulus kremaster, terletak anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam tali sperma (Syamsuhidayat, 2004).
Menurut Erfandi (2009), Hernia ini terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur. Bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali.
2.    Hernia inguinalis direk
Disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentuminguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga Hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis muskulus transversus abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga potensial untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar (Syamsuhidayat, 2004).
Menurut Erfandi (2009), Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun anulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada anulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi ireponibilis
2.5.    Manifestasi Klinis
Menurut Arief Mansjoer (2004), manifestasi klinis dari hernia adalah sebagai berikut :
a.    Adanya benjolan (biasanya asimptomatik)
Keluhan yang timbul berupa adanya  benjolan di daerah inguinal dan atau skrotal yang hilang timbul. Timbul bila terjadi peningkatan tekanan intra peritoneal misalnya mengedan, batuk-batuk, tertawa, atau menangis. Bila pasien tenang, benjolan akan hilang secara spontan.
b.    Nyeri
Keluhan nyeri pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun ada dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri viseral akibat regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia (Jennifer, 2007). Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara klinis keluhan pasien adalah rasa sakit yang terus menerus.
c.    Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah
Tanda klinik pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada Inspeksi : saat pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan diregio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Palpasi: kantong hernia yang kosong dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ maka tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum ( seperti karet ), atau ovarium.Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak kecil, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui annulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Apabila hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau hernia menyentuh ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau samping jari menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis. Isi hernia pada bayi wanita yang teraba seperti sebuah massa yang padat biasanya terdiri dari ovarium.

d.    Gambaran klinik hernia
Jenis    Reponibel    Nyeri    Obstruksi    Sakit    Toksik
Reponibel/bebas
Ireponibel/akreta
Inkarserata
Strangulata    +


–    –

+
++    –

+
+    –

+
++    –


++

2.6.    Tanda dan Gejala
Umumnya penderita mengeluhkan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan, benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi.

2.7. Patofisiologi dan pathway
2.7.1. Patofisiologi
Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau sebab yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki ketimbang pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital (Erfandi, 2009).
Pada orang tua kanalis inguinalis telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan Nervus Ilioinguinalis dan Nervus Iliofemoralis setelah apendiktomi (Erfandi, 2009).
Pada hernia akan terjadi prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. Hernia inkarserata terjadi bila usus yang prolaps itu menyebabkan konstriksi suplai darah ke kantong skrotum, kemudian akan mengalami nyeri dan gelala-gejala obstruksi usus (perut kembung, nyeri kolik abdomen, tidak ada flatus, tidak ada feces, muntah) (Erfandi, 2009).
Isi hernia dapat kembali ke rongga peritoneum disebut hernia inguinal reponibilis, bila tidak dapat kembali disebut hernia inguinal ireponibilis (Arief Mansjoer, 2004). Pada hernia reponibilis, keluhan yang timbul hanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun ada dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri viseral akibat regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia (Jennifer, 2007).
Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara klinis keluhan pasien adalah rasa sakit yang terus menerus. Terjadi gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah. Hernia strangulata lebih sering terjadi bila hernia di sebelah kanan (Arief Mansjoer, 2004).
Pembuluh darah yang terjepit juga akan mengakibatkan penimbunan racun yang akan berakibat terjadinya infeksi dalam tubuh. Infeksi  ini akan menjadi sumber infeksi ke seluruh dinding usus yang akan berakibat buruk yaitu kematian (Jennifer, 2007)

2.7.2.  Pathway hernia

2.8. Penatalaksanaan hernia
1.  Konservatif
a.   Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b.   Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c.   Celana penyangga
d.   Istirahat baring
e.    Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
f.   Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala.
2.  Pembedahan (Operatif) :
a.  Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang.
b.   Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c.    Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.
2.9.  Pemeriksaan penunjang
Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis hernia. Namun pemeriksaan seperti ultrasonografi (USG), CT Scan, maupun MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat dikerjakan guna melihat lebih lanjut keterlibatan organ-organ yang terperangkap dalam kantung hernia tersebut. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk kepentingan operasi.
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000– 18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit.
2.10.  Komplikasi
1.    Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus.
2.    Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran isi usus.Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata.
3.    Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata.
4.    Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis.
5.    Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan obstipasi.
6.    Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
7.    Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah,
8.    Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
9.    Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
2.11.    Pencegahan
Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah :
a)    Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat
Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada otot di bagian perut.
b)    Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi
Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum sangat disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung banyak serat yang membantu mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan di bagian perut.
c)    Hindari mengangkat barang yang terlalu berat
Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar. Postur tubuh yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk lutut Anda dan hindari membungkuk untuk mengurangi tekanan.
d)    Hindari tekanan Intra abdomen
Seperti batuk kronis dan mengejan  yang dapat mencetuskan hernia.

2.12.  Proses keperawatan pada pasien gangguan Hernia
2.12.1.  Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian meliputi :
1.    Identitas ( Nama, Usia, Alamat, Agama, Pekerjaan, Pendidikan Dll).
2.    Riwayat kesehatan
a.    Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri di daerah selangkangan atau kemaluan
b.    Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan ada benjolan di daerah selangkangan, sering kembung dan muntah , tidak nafsu makan  apabila BAB atau mengejan timbul benjolan
c.    Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit hernia 2 tahun yang lalu .apabila digunakan untuk mengangkat benda berat sering sakit di selangkangannya.
d.    Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan bahwa dahulu bapaknya pernah menderita hernia.
3.    Pengkajian fisik ROS
a.    Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai kesakitan, konjungtiva anemis.
b.    Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
c.    Sistem kardiovaskuler : TD 110/70mmHg , tidak ada oedema, tidak ada pembesaran jantung, tidak ada bunyi jantung tambahan.
d.    Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pada skortum.tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar , adanya disuria.
e.    Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena adanya benjolan diselangkangan .
f.    Abdomen :
Inspeksi : abdomen keras
Auskultasi : Bising usus (+) pada benjolan
Palpasi : ada benjolan
Perkusi : hypertimpani
4.    Pengkajian fungsional Gordon
a)    Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
b)    Pola nutrisi dan metabolik
Makan  : Tidak nafsu makan, porsi makan  tidak habis disebabkan Mual muntah .
Minum : minum air putih tidak banyak sekitar 400-500cc
c)    Pola eliminasi
BAK : adanya retensi urin / inkonteninsia urine
BAB : adanya konstipasi
d)    Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena ada salah satu ekstermitas yang mengalami gangguan untuk berjalan.

e)    Pola istirahat tidur
Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri di selangkangan
f)    Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera berobat
g)    Pola hubungan dengan orang lain
Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik tetapi akibat ko ndisinya pasien malas untuk keluar dan memilih untuk istirahat.
h)    Pola reproduksi / seksual
Pasien berjenis kelamin laki –laki dan scortumnya mengalami pembesaran sehingga mengalami kesulitan dalam hubungan seksualitas
i)    Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien ingin cepat sembuh  dan tidak ingin mengalami penyakit seperti ini lagi
j)    Pola mekanisme koping
Pasien apabila merasakan tidak nyaman selalu memegangi perutnya dan meringis kesakitan
k)    Pola nilai kepercayaan / keyakinan
Pasien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini merupakan cobaan dari Allah SWT.
2.12.2.    Analisa data
a.    Pre op
No    Data    Etiologi    Masalah
1    Ds: Pasien mengatakan nyeri pada daerah selangkangan
Do :
P : Nyeri  apabila melakukan aktivitas.
Q :  Nyeri seperti ditusuk
R : Nyeri di daerah selangkangan (Iliaka )
S : skala 7-8
T : Nyeri dirasakan hilang timbul     Terjepitnya hernia     Gangguan rasa nyaman (nyeri)
2    Ds : Pasien mengatakan mual tidak nafsu  makan
Do : klien tampak lemah dan lemas
A : BB turun
B : Hb < 12 ,
C : Konjungtiva Anemis
D : Diet Makan tinggi serat dan protein
Anoreksia    Nutrisi kurang dari kebutuhan
3

Ds : Pasien mengatakan sangat cemas ketika mengetahui akan dilakukan proses  pembedahan
Do : pasien nampak bingung
RR : > 24x/mnt
N : >80 x/mnt
TD : >120/90 mmHg
S : 37,5 0C    Proses pembedahan    Ansietas

b.    Post op
No     Data     Etiologi     Masalah
1    Ds : –
Do : adanya insisi pembedahan    Diskontuinitas jaringan sekunder dengan pembedahan    Resiko infeksi
2    Ds : pasien mengatakan tidak bisa tidur
Do :  –  Waktu tidur pasien 4 jam
–    Pasien nampak mengantuk
–    Pucat dan lelah    Nyeri akut sekunder dengan post op    Gangguan pola tidur

2.12.3.    Diagnosa
a.    Pre op
1.    Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terjepitnya hernia .
2.    Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
3.    Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan.
b.    Post op
1.    Resiko infeksi berhubungan dengan  diskontuinitas jaringan sekunder dengan pembedahan.
2.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut sekunder dengan post op.

2.12.4.      Rencana keperawatan
a.    Pre op
No    No Dx    Tujuan dan KH    Intervensi    Rasional
1    1    setelah dilakukan proses keperawatan selama 1x 24 jam pasien tidak nyeri dengan  KH:
– TTV normal :  (TD :  :110/70 – 120/ 90 mmHg
RR : 16- 20 x/mnt
N : 60-100x/mnt
S : 36,5- 37,50.C )
-pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
– Pasien mampu mengendalikan nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.
– Skala nyeri 0-3
– Wajah  pasien tidak meringis kesakitan.    1.    Observasi TTV

2.    Kaji nyeri secara komprehensif  Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
3.    Observasi  reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
4.    Gunakan teknik komunikasi terapeutik.

5.    Berikan lingkungan yang tenang.

6.    Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
7.    Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya morfin , metadon dll.     1.    Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2.    Untuk mengetahui skala nyeri.

3.    Untuk mengetahui seberapa nyeri yang dirasakan oleh pasien.
4.    untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
5.    Meringankan nyeri dan memberikan rasa nyaman.
6.    Memberikan rasa nyaman pada saat nyeri.

7.    Untuk mempercepat hilangnya nyeri.

2    2    Setelah dilakukan proses keperawatan selama 5×24 jam nutrisi terpenuhi dengan KH :
–    Nafsu makan  meningkat
–    Porsi makan habis
–    BB Naik      1.    Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai.
2.    Awasi masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodi.
3.    Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi kalori dan tinggi karbohidrat.

4.    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien     1.    Membantu dalam mengidentifikasi kebutuha nutrisi.

2.    Berguna dalam mengukur keefektifan pemasukan nutrisi dan dukungan cairan.
3.    Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster
4.    Untuk memenuhi nutrisi dan gizi  sesuai dengan kebutuhan pasien
3    3    Setelah dilakukan proses keperawatan selama 1×24 jam Kecemasan pasien  berkurang dengan KH :
–    TTV normal : ( TD : 110/70 – 120/ 90 mmHg
RR : 16- 20 x/mnt
N : 60-100x/mnt
S : 36,5- 37,50.C )
–    Pasien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
–    Pasien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan
–    Pasien memahami tujuan operasi, pelaksanaan operasi, pasca operasi, prognosisnya (bila dilakukan operasi).    1.    Observasi TTV

2.    Kaji tingkat ansietas : ringan, sedang, berat, panik.

3.    Berikan kenyaman dan ketentraman hati.

4.    Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan,perjalanan penyakit & progno-sisnya.
5.    Berikan/tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien
6.    Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas.

7.    Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan / ketegangan.
1.    Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2.    Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memu-dahkan penanganan/pemberian askep se-lanjutnya.
3.     Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya.
4.     Agar klien mengetahui/memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat.
5.     Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan.
6.     Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/mengurangi ansietas
7.     Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginan-nya dan tidak bertentangan dengan prog-ram perawatan.

b.    Post op
No    NO Dx    Tujuan dan KH    Intervensi    Rasional
1    Setelah dilakukan proses keperawatan selama 2×24 jam pasien tidak menunujukan adanya infeksi dengan
KH :
–    TTV Normal ( TD : 110/70 – 120/ 90 mmHg
RR : 16- 20 x/mnt
N : 60-100x/mnt
S : 36,50 – 37,50.C)
– Tanda- tanda infeksi tidak ada (dolor , rubor, color, tumor dan fungsiolensa)
– leukosit dalam batas normal 4.000- 11.000
– Luka bersih, tidak lembab dan kotor.

1.    Pantau tanda- tanda vital

2.    Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

3.    Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll
4.    Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

5.    Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
1.    Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuhberusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
2.    perawatan luka dengan teknik aseptic mencegah risiko infeksi.
3.     untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

4.    Penurunan Hb dan peningkatan jumlahleukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tandainfeksi.
5.    Antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
2    Setelah dilakukan proses keperawatan selama 1x 24 jam pasien dapat tidur dengan nyenyak dengan KH :
–    Pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.
–     pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur- kualitas dan kuantitas tidur        normal yakni 8 jam sehari
–        1.    Berikan untuk beristirahat / tidur sejenak.

2.    Anjurkan latihan pada siang hari.

3.    Turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari.

4.     Evaluasi tingkat stress orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.
5.    Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase punggung.
6.    Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.

7.    Kolaborasi untuk pemberihan obat sesuai dengan indikasi :

a. Antidepresi, seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dantrasolon (Desyrel).
b.   Obat hipnotik.
1.    Meminimalkan kekelahan yang mana dapat mempengaruhi waktu tidur.
2.    Untuk memberikan waktu tidur yang cukup pada waktu malam hari
3.    Penurunan mental dapat meningkatkan kecemasan dan dapat menghambat waktu tidur.
4.    Penigkatan stress dapat melanggar pola tidur sehingga tidur tidak pulas
5.     Meningkatkan relaksasi dengan perasaan  mengantuk.

6.    Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih selama malam hari.

7.    a. Mungkin efektif dalam menangani Pseudodimensia atau  depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur
b. hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomnia atau sindrom sundowner.

BAB III
PENUTUP
3.1.    Kesimpulan
3.1.1.    Definisi Hernia
Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009).

3.1.2.    Etiologi  dari hernia : Menurut Giri Made Kusala (2009) :
1.    Umur
2.    Jenis kelamin
3.    Penyakit penyerta
4.    Keturunan
5.    Obesitas
6.    Kehamilan
7.    Pekerjaan
8.    Kelahiran prematur

3.1.3.    Klasifikasi :
a.    Berdasarkan terjadinya : Hernia bawaan dan didapat
b.    Berdasarkan sifatnya : Hernia reponibel , ireponibel dan  strangulata.
c.    Berdasarkan letaknya : Hernia femoralis, umbilikalis, sikatris dan inguinalis.

3.1.4.    Manifestasi klinis.
a.    Adanya benjolan (biasanya asimptomatik)
b.    Nyeri
c.    Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah

3.1.5.    Tanda dan gejala
a.    Umumnya penderita mengeluhkan turun berok, burut atau kelingsir.
b.    adanya benjolan di selakanganya/kemaluan
c.    rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi
3.1.6.    Asuhan keperawatan pada pasien hernia meliputi
1.    Pengkajian
a.    Identitas pasien
b.    Riwayat kesehatan : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga.
c.    Pemeriksaan fisik
d.    Pemeriksaan penunjang
2.    Diagnosa
a.    pre op
b.    post op
3.    Rencana keperawatan
a.    Pre op
b.     Post op

3.2.    Saran
3.2.1.    Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar
3.2.2.    Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.

3.2.3.    Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hernia.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sudarth, 2002. “Keperawatan medikal bedah” edisi 8,volume 2, Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III. 2000.MedicaAesculaplus FK UI.
Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. 2001. EGC.

http://www.moff.1234.wordpress.com

 

ASKEP HERNIA..

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. KONSEP MEDIS
2.1.1 Pengertian.
• Hernia : adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan dinding perut,baik secara kongenital atau didapat yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut.
(Arif mansjoer,2000,hlm 313)
• Hernia ireponibel : adalah bila terjadi pelengkatan antara isi hernia dan dinidng kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat di masukan kembali.
( Arif mansjoer,2000 hlm 313 )

2.1.2. Anatomi Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut (oris)
2. Faking (Tekak)
3. Esofagus (Kerongkongan)
4. Ventrikulus (Lambung).
5. Intestinum (Usus halus).
a. Duedenum (usus 12 jari).
b. Yeyenum.
c. Ileum.
6. Intestinum Mayor ( Usus besar).
a. Seikum.
b. Kolon asendens.
c. Kolon transversum.
d. Kolon desendens.
e. Kolon sigmoid.
7. Rektum.
8. Anus.
1. Usus Halus terdiri dari tiga bagian yaitu :
1) Duodenum (Usus 12 jari).
Panjang  25cm. Berbentuk seperti kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir membukit disebut Papila vatori yang bermuara pada saluran empedu (Duktus kolektikus) dan saluran pankreas (duktus pankreatiskus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan di duodenum melalui duktus koletikus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.

2) Yeyenum dan Ileum.
Panjang  6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang  23 meter dan ileum dengan panjang  4 – 5 meter. Kelenjar-kelenjar yang ada dalam dinding usus menghasilkan getah usus yang mengandung beberapa enzim :
(1) Enzim maltase, mencernakan maltosa menjadi monosakarida.
(2) Enzim laktase, mencernakan laktase menjadi galaktosa dan glukosa.
(3) Enzim Sukrase, mencernakan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
(4) Enzim Peptidase, mencernakan polipeptida menjadi asam amino.
Fungsi Usus Halus
(1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran limfe.
(2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
(3) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
2. Usus Besar (Intestinium Mayor).
Panjang  1 ½ m, lebar 5 – 6 m.
Lapisan-lapisan dari dalam keluar :
1) Selaput lendir.
2) Lapisan otot melingkar.
3) Lapisan otot memanjang.
4) Jaringan ikat
Fungsi Usus Besar.
1) Menyerap air dan makanan.
2) Tempat tinggal bakteri coli.
3) Tempat feces
1. Seikum.
Di bawah seikum apendiks vermitormis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing. Panjang 6 cm.
2. Colon asendens.
Panjang 13 cm. terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas kiri ileum bawah hati.
3. Colon transversum.
Panjang  38 cm, membujur dari kolons asendens sampai ke colon desendens berada di bawah abdomen.
4. Colon Desendens.
Panjang  25cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bagian bawah dari fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid
5. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga palvis sebelah kiri bentuknya menyerupai hurup S.
6. Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

2.1.3. Klasifikasi.
a. Berdasarkan terjadinya
1. Hernia bawaan/hernia konginital
2. Hernia dapatan.
b. Berdasarkan letak :
1) Hernia inguinal : yaitu hernia yang terdapat atau terjadi pada daerah inguinal.
2) Hernia digfragma : menonjolnya usus ke diagfragma atau naiknya usus ke diagfragma.
3) Hernia umbilikal : penonjolan isi perut ke daerah umbilikal.
4) Hernia femoral : turunnya usus ke daerah femoral.
c. Berdasarkan sifat Hernia.
1) Hernia reponibel : Bila isi hernia dapat keluar masuk atau bisa dimasukan kembali ke tempat yang sebenarnya.
2) Hernia Ireponibel : Bila kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke tempat asal.
d. Berdasarkan tingkatannya
1) Hernia inkarserata : Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia
2) Hernia strangulate : Hernia pada gangguan vaskularisasi.
e. Berdasarkan dapat /tidak dapat dilihat.:
1) Hernia interna : bila hernia terdapat atau terjadi di dalam rongga badan (tidak dapat dilihat).
2) Hernia eksterna : hernia yang menonjol keluar sehingga dapat dilihat dari luar.
f. Berdasarkan isi
1) Hernia adiposa : bila isi hernia adalah lemak.
2) Hernia litere : yaitu hernia inkarserata atau strangulata yang sebagian dinding ususnya saja terjepit dalam cincin hernia.
3) Hernia Sliding yaitu hernia yang isi hernianya menjadi sebagian dari kantong hernia.
(Ilmu Bedah : R Sjamsuhidajat dan Wim de Jong)

2.1.4. Etiologi
a. Mengedan terlalu kuat.
b. Mengangkat barang berat.
c. Cacat bawaan.

2.1.5. Patofisologi
1) Adanya tekanan dalam rongga perut. Misalnya sering mengangkat beban berat atau mengedan terlalu kuat.
2) Hernia terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah, kemungkinan cacat bawaan misalnya hernia umbilikal sering terjadi pada usia lanjut akibat jaringan penyangga semakin melemah.

2.1.6. Manisfestasi Klinik.
Benjolan dilipatan paha yang timbul pada waktu mengejan, mengangkat beban berat, dan menghilang waktu istirahat atau berbaring, kadang-kadang nyeri di epigastrium.

2.1.7. Therapy/Penatalaksanaan.
1. Penatalaksanaan Medis
a. Tindakan bedah merupakan satu-satunya pengobatan hernia yang rasional (Herniactomi).
b. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan dilakukan treposisi dan penyangga untuk mempertahankan isi hernia.
2. Penatalaksanaan Keperawatan.
a. Meninggikan kaki tempat tidur dengan posisi kaki pasien lebih tinggi dari kepala untuk mengembalikan isi hernia ke rongga asalnya.
b. Memberikan posisi yang nyaman.
c. Kolaborasi : memberikan obat sesuai indikasi dan mengusulkan untuk dilakukan pembedahan.
d. Penyuluhan.
e. Menganjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat.
f. Pengedanan yang dipaksakan tidak diperbolehkan.
g. Segera melapor atau kontrol ke tempat pelayanan Kesehatan bila ada gejala hernia.
3. Diagnosa Banding.
Hematoma, tumor jaringan lunak, limfadenitis, lipoma dan abses.

2.1.8. Komplikasi.
Komplikasi tergantung pada keadaan dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat bertahan dalam kantong hernia kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dari ometum, organ ekstra peritonka atau hernia gesek dan hernia akreta. Dapat pula terjadi bila isi hernia tercekik oleh cincin hernia.
Hal tersebut dapat menyebabkan gangguan perfusi jaringan, akan terjadi bendungan vena, sehingga oedema organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia.

(Mengendan terlalu kuat, mengangkat beban berat, cacat bawaan)

Peningkatan tekanan abdomen

Dinding atau jaringan penyangga lemah

Lemak properitoneal terdorong ke dalam suatu rongga

Penonjolan abdomen/Usus ke suatu rongga
(H E R N I A)

Isi hernia terjepit oleh cincin hernia (inkarserata)

Penekanan saraf nyeri

Nyeri

Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri Hernia diafrgama

Lambung & esophagus terjepit oleh diafrgama

Refluks balik

Mual – muntah

Gangguan Kebutuhan Nutrisi

Takut bergerak atau pembatasan aktivitas

ADL terganggu

Intoleransi Aktivitas

2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1. Pengkajian
1. Pengertian Asuhan Keprawatan
Adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keprawatan termasuk lingkungan untuk menopang asuhan pemberian tersebut.
2. Pengertian Perawat
Perawat adalah :
 Seorang yang berperan dalam merawat dan memelihara, mengatur dan melindungi seseorang karena sakit.
 Pelayanan profesional yang merupakan pelayanan integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keprawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial, spiritual, komprehensif yang ditunjukan kepada klompok masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluru proses kehidupan manusia.
3. Pengkajian Data Dasar
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala :
 Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama.
 Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur.
 Penurunan rentang gerak dari ekstermitas pada salah satu bagian tubuh.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena, gangguan dalam berjalan.
b. Eliminasi
Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi.
Adanya inkontinensia/retensi urin.
c. Integritas Ego
Gelala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, financial keluarga.
Tanda : Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga/orang terdekat.
d. Neurisensorik
Gejala : Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tanga/kaki.
Tanda : Penurunan reflex tendon dalam,kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis.Penurunan presepsi nyeri (sensori).
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
 Nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkak badan, mengangkat,defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang lebih berat secara intermiten, nyeri yang menjalar kaki, bokong (lumbal) atau bahu/lengan, kaku pada leher (servikal).
 Terdengar adanya suara ”krek” saat nyeri baru timbul/saat trauma atau merasa ”punggung patah”.
 Keterbatasan untuk mobilisasi/membungkuk kedepan.
Tanda :
 Sikap : dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena.
 Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena.
 Nyeri pada palpasi.
f. Keamanan
Gejala : Adanya riwayat masalah ”punggung” yang baru saja terjadi.
g. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Gaya hidup : monoton atau hiperaktif.
Rencana Pemulangan : mungkin memerlukan bantuan dalam transportasi, perawatan diri dan penyelesaian tugas-tugas rumah.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada jaringan hernia.
2. Kecemasan meningkat berhubungan dengan tindakan pembedahan.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d in take in adekuat
4. Ketidakmampuan mengurus diri berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Gangguan Konsep diri berhubungan dengan konsep penyakit
6. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang penanganan atau megingat salah interpretasi.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan puasa.

2.2.3. Perencanaan atau Tujuan.
1. Nyeri akan berkurang secara berangsur
2. Kecemasan pasien akan berkurang selama proses perawatan.
3. Peningkatan napsu makan
4. Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang mungkin
5. Mampu mengungkapkan kenyataan secara realitis dan penerimaan terhadap tubuhnya
6. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit dan tindakan therapeutik.
7. Pertahankan pencatatn yang ketat terhadap masukan dan pengeluaraan serta timbang berat badan.
DX 1 : Nyeri
Intervensi.
1. Observasi nyeri terhadap karakteristik, lokasi dan intensitasnya dengan mengunakan skala nyeri 0 – 10.
R/ : Untuk mendeteksi kondisi nyeri pasien.
2. Kaji TTV.
R/ : Mengetahui perkembangan keadaan pasien.
3. Rubah posisi sesuai indikasi seperti tidur terlentang atau posisi trendemlemberg.
R/ : Memberikan rasa nyaman.
4. Atur pemberian analgesik sesuai indikasi.
R/ : Mengurangi nyeri dan ketidaknyaman

Dx 2 : Kecemasan
Intervensi :
1. Kaji penyebab dan tingkat kecemasan
R/ : Sebagai data dalam melakukan tindakan selanjutnya.
2. Observasi tanda-tanda vital
R/ : Untuk mengindentifikasi kecemasan pasien.
3. Beri penjelasan dengan sering dan informasi orang tua atau anak tentang prosedur keperawatan.
R/ : Pengetahuan diharapkan menurunkan ketakutan

Dx : 3 Nutrisi
1. Identifikasi faktor yang menimbulkan luar atau muntah
R/ : Pilihan intervensi bergantung pada penyebab masalah
2. Berikan makanan porsi kecil dan sering
R/ : Tindakan ini dapat meningkatkan masukan, meskipun napsu makan mungkin lambat untuk kembali
3. Evaluasi status nutrisi umum atau ukur berat badan dasar
R/ : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi

Dx : 4 Intoleransi Aktivitas
1. Anjurkan pada klien untuk ikut berperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individu.
R/.Meningkatkan penyembuhan dan membantu kekuatan dan kesabaran. Partisipasi klien akan meningkatkan kemandirian pasien dan perasaan kontrol terhadap diri.
2. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulansi progresif.
R/.Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
3. Anjurkan pada pasien untuk melakukan tindakan pasif dan aktif
R/.Mencegah terjadinya kekakuan otot
4. Anjurkan klien untuk merubah posisi setiap 2 jam.
R/.Mencegah terjadinya Dekubitus

Dx 5. Konsep Diri
1. Ciptakan atau pertahankan hubungan terapeutik antara pasien dengan perawat
R/ : Meningkatkan kesejahteraan bagi klien
2. Kaji kembali informasi mengenai jalannya penyakit
R/ : Ketika pasien belajar mengenai penyakit dan menjadi sadar bahwa tingkah laku tersebut dapat mempengaruhi secara cukup berarti munculnya atau meredanya penyakit, pasien mungkin merasa lebih terkontrol, meningkatkan rasa harga diri
3. Berikan informasi lisan dan tertulis yang tepat mengenai apa yang sedang terjadi dan diskusikan dengan pasien atau orang terdekat
R/ : Membantu pasien menerima keadaan, menurunkan rasa takut terhadap hal yang tidak diketahui, memberi rujukan untuk dimasa mendatang.
4. catat munculnya deprsi atau perubahan proses pikir ekspresi (evaluasi dengan skala 1-10)
R/ : Adaptasi jangka panjang terhadap penyakit yang makin lama makin memperlemah dan akibat fatal merupakan penyesuaian emosi yang sulit
5. Kolaborasi denagn ahli terapi
R/ : Mengidentifikasi alat bantu atau peralatan yang dapat meningkatkan tingkat fungsi dan patisipasi.

6 Dx 6 : Resiko tinggi defisit volume cairan.
1) Kaji intake dan aut put per 24 jam.
R/ : Mengetahui status balance cairan.
2) Kaji turgor kulit dan mukosa membran.
R/ : Mendeteksi status hidrasi.
3) Kaji TTV
R/ : Sebagai data dasar untuk mengetahui keadaan pasien.
4) Pertahankan terapi IV sesuai instruksi.
R/ : Mempertahankan status cairan tubuh.
5) Kanjurkan untuk meningkatkan intake cairan peroral atau sesuai kemampuan.
R/ : Mempertahankan status cairan.

7. Dx 7. Kurang Pengetahuan
1) Kaji pengetahuan keluarga dan klien tentang penyebab hernia produser pengobatan.
R/.Meningkatnya pengetahuan ortu
2) Jelaskan pentingnya nutrisi dan cairan dalam tubuh
R/ Mempercepat penyembuhan
3) Menjelaskan tentang penyakit dan pengobatan
R/. Pasien mengerti dan mau bekerjasama
4) Beri motivasi pada pasien
R/. Agar pasien tidak cemas.
5) Beri informasi tentang pengobatan
R/. Pasien bisa mengerti tentang tindakan yang akan dilakukan.

Hasil Kelulusan TIngkat SMA 2012

Jakarta, Seruu.com – Provinsi Bali cukup mendominasi pada perolehan ujian nasional SMA/MA periode 2010/2011 lalu. Provinsi ini unggul dalam urusan prosentase ketidaklulusan terkecil dan dominasi top ten siswa dengan perolehan nilai unas murni tertinggi. Tapi tahun ini, dominasi pulau dewata itu dipatahkan Provinsi Jawa Timur (Jatim).

Berdasarkan rekapitulasi hasil unas yang dilansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kemarin menunjukkan, Jatim memiliki tingkat prosentase siswa tidak lulus unas yang paling rendah. Di provinsi yang dipimpin Gubernur Soekarwo ini, jumlah peserta unas mencapai 210.586 siswa. Dari jumlah itu, tercatat ada 156 siswa yang dinyatakan tidak lulus unas atau sekitar 0,07 persen.

Mendikbud Mohammad Nuh cukup mengapresiasi upaya di Jatim. Sebab tahun lalu prosentase ketidaklulusan unas di Jatim masih tinggi. Tahun lalu peserta unas di Jatim tercatat 203.446 siswa. Dari jumlah itu, peserta yang tidak lulus tercatat 559 siswa (0,27 persen). “Saya ucapkan selamat buat Jatim,” katanya.

Sebaliknya prosentase tingkat ketidaklulusan di Bali tahun ini naik dibandingkan dengan tahun lalu. Tahun ini unas di Bali diikuti 25.198 siswa. Dari jumlah tersebut, tercatat ada 26 siswa (0,10 persen) yang tidak lulus.

Sedangkan catatan unas di Bali pada tahun lalu menunjukkan, dari seluruh peserta yang mencapai 24.290 siswa, hanya ada sepuluh siswa (0,04 persen) yang tidak lulus. Menurut Nuh, seluruh provinsi di Indonesia terus saling kejar-mengejar untuk menjadi yang terbaik dalam menghadapi unas.

Keunggulan Jatim juga terekam pada hasil unas murni. Hasil unas murni ini adalah, hasil ujian yang belum ditambah dengan nilai ujian akhir sekolah (UAS). Dari rangkuman panitia unas menyebutkan, Jatim menempatkan tiga sekolah pada daftar top ten sekolah dengan nilai unas murni tertinggi. Ketiga sekolah itu adalah SMAN 2 Lamongan, SMAN 1 Bojonegoro, dan SMAN 1 Lamongan.

Capaian ini lebih bagus dari tahun lalu. Sebab pada unas periode 2010-2011, Jatim hanya mempunyai satu wakil dalam daftar top ten. Yaitu diperoleh oleh SMAN 3 Lamongan.

Jika Jatim menempatkan tiga sekolah dalam daftar top ten tadi, Bali hanya menempatkan dua sekolah saja. Kedua sekolah di Bali yang masuk dalam daftar top ten nilai unas murni tertinggi itu adalah, SMAN 4 Denpasar dan SMAN 1 Denpasar.

Raihan Bali ini melorot dibandingkan tahun lalu. Sebab pada tahun lalu mereka menempatkan tiga sekolah sekaligus pada daftar top ten nilai unas murni tertinggi. Yaitu SMAN 4 Denpasar, SMAN 1 Denpasar, dan SMAN 3 Denpasar.

Keunggulan Jatim atas Bali belum berhenti. Pada daftar top ten siswa dengan nilai unas murni tertinggi, Jatim tahun ini menyalip Bali. Tahun ini Jatim menempatkan empat putra-putri terbaiknya dalam daftar top ten. Karena pengumuman unas dijalankan serentak besok (26/5), Nuh meminta nama-nama siswa peraih nilai terbaik ini tidak dipublikasikan dulu.

“Kalau sekolahnya saja boleh,” kata dia. Dua siswa di Jatim yang masuk daftar top ten unas murni terbaik ini berasal dari SMAN 2 Lamongan dengan nilai 58,50 dan 58,45. Selanjutnya dari SMAN 1 Ponorogo (58,45) dan dari SMAN 1 Sidoarjo (48,45).

Sementara itu, Bali tahun ini hanya menempatkan tiga delegasinya dalam daftar top ten peraih nilai unas murni tertinggi. Dua siswa berasal dari SMAN 4 Denpasar (58,50 dan 58,30). Dan satu siswa sisanya berasal dari SMAN 1 Denpasar (58,30).

Disaat Jatim dan Bali yang saling kejar, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus masih menduduki juru kunci pada urusan tingkat kelulusan. Unas di NTT diikuti 36.228 siswa. Dari jumlah itu, tercatat peserta yang tidak lulus unas mencapai 1.994 siswa (5,50 persen).

Tahun lalu, NTT juga menjadi provinsi paling banyak ketidaklulusannya. Tahun lalu tercatat unas di NTT diikuti 32.532 sisiwa. Dari jumlah itu ada 1.813 siswa yang tidak lulus (5,57 persen).

Nuh mengakui, tingkat kelulusan unas di NTT mengalami kenaikan walaupun sedikit sekali. “Tidak apa-apa. Artinya intervensi yang kita lakukan tidak sia-sia,” katanya. Intervensi Kemendikbud untuk menggenjot tingkat kelulusan unas di NTT tahun ini diantaranya mengucurkan duit sumbangan miliaran rupiah. Selain itu juga merehab sekolah rusak dan memperbaiki kualitas guru.

Menurut Nuh, provinsi NTT tidak bisa dibiarkan berlari sendiri mengejar provinsi-provinsi lain dalam urusan unas. Sebab provinsi NTT sudah tertinggal cukup jauh. Kalau ingin mengejar, NTT harus “berlari” dua kali lebih kencang ketimbang provinsi-provinsi lainnya. “NTT jangan dibiarkan berlari. Harus dinaikkan kendaraan untuk menyusul provinsi lainnya,” papar Nuh.

Di bagian lain, evaluasi pelaksanaan unas 2011-2012 langsung dikebut jajaran Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud. Kepalada Balitbang Kemendikbud Khairil Anwar Notodiputro mengatakan, evaluasi akan segera dilakukan setelah kelulusan unas jenjang SMA/sederajat dan SMP/sederajat telah diumumkan.

Ada beberapa pos pelaskanaan unas yang akan dievaluasi. “Kita akui memang masih terdapat lubang-lubang,” kata dia. Lubang-lubang ini diantaranya bisa dilihat dengan masih banyaknya laporan kecurangan dan bocoran kunci jawaban. Khairil mengatakan, evaluasi untuk mewujudkan hasil unas yang objektif akan dimulai dari penyusunan soal, percetakan, hingga distribusi ke sekolah-sekolah.

Sementara untuk tingkat atau derajat kelulusan, Khairil mengatakan kriteria kelulusan tahun ini berpeluang dipertahankan untuk tahun depan. Tahun ini siswa dinyatakan lulus jika memiliki nilai akhir dengan rata-rata 5,5. Selain itu siswa dinyatakan lulus jika mimiliki nilai akhir minimal 4 disetiap mata pelajaran yang diujikan. Nilai akhir adalah, nilai unas ditambang nilai ujian akhir sekolah (UAS).

Sedangkan untuk tingkat kesulitan soal, Khairil akan terus mengevaluasi. Seperti diketahui, unas saat ini terdiri dari tiga level kesulitan. Level mudah (10 persen), level sedang (80 perse), dan level sulit (10 perse). “Komposisi kesulitan untuk unas tahun depan, tunggu hasil rapat nanti,” pungkasnya. (ndis)

Unas SMA/MA 2011-2012

– 1.524.704 peserta (2010-2011 = 1.461.941 peserta)
– 1.517.125 peserta lulus (2010-2011 = 1.450.598 peserta lulus)
– 7.579 peserta tidak lulus (2010-2011 = 11.443 peserta tidak lulus)

Keterangan :
– Nilai Kelulusan ditetapkan dengan menjumlahkan hasil unas dengan ujian akhir sekolah (UAS).
– Tidak ada perbedaan standar kelulusan antara unas 2010-2011 dengan unas 2011-2012
——————- —–

Prosentase Ketidaklulusan Tertinggi Unas 2011-2012 SMA-MA (lima besar)

Provinsi Peserta Prosentase Tidak Lulus Jumlah Tidak Lulus
1. NTT 36.228 5,5 persen 1.994
2. Gorontalo 7.620 4,24 persen 323
3. PapuaBarat 6.262 2,32 persen 145
4. Kalteng 15.004 2,24 persen 336
5. Papua 13.821 2,10 persen 290
—————– ——-

Prosentase Ketidaklulusan terendah Unas 2011-2012 SMA-MA (lima besar)

Provinsi Peserta Prosentase Tidak Lulus Jumlah Tidak Lulus
1. Jatim 210.586 0,07 persen 156
2. Sulut 15.535 0,09 persen 14
3. Bali 25.198 0,10 persen 26
4. Jabar 197.390 0,10 persen 203
5. Sumut 120.194 0,12 persen 148
—————- ———

Sekolah yang seluruh siswanya tidak lulus unas 2011-2012
1. SMA Swasta Dorema, Kota Medan, Sumut (jumlah siswa 4 orang)
2. MA Swasta al Ma”arif Bengkel, Kab. Langkat, Sumut (11)
3. MA Nahdlatul Wathan, Kab. Halmahera Timur, Malut (7)
4. MAS Al Jabar Lainea, Konawe Selatan, Sultra (19)
————–

5 Sekolah dengan rata-rata nilai unas murni tertinggi
1. SMA Negeri 10 Fajar Harapan, Kota Banda Aceh, nilai rata-rata = 9,33
2. SMA Negeri Modal Bangsa, Kab. Aceh Besar, nilai rata-rata = 9,30
3. SMA Darul Muhsinin Cibitung, Kab. Bekasi, nilai rata-rata = 9,26
4. SMA Negeri 1 Cibitung, Kab. Bekasi, nilai rata-rata = 9,23
5. SMA Negeri 4 Denpasar, Kota Denpasar, nilai rata-rata = 9,20

ASKEP KLIEN DENGAN NAPSA

BAB 1

                                                PENDAHULUAN

  1. A.    Latar belakang

Narkoba adalah singkatan Narkotika dan Obay/Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna yang sama dengan NAPZA. Ada juga menggunakan istilah Madat untuk NAPZA Tetapi istilah Madat tidak disarankan karena hanya berkaitan dengan satu jenis Narkotika saja, yaitu turunan Opium.

Baca pos ini lebih lanjut

ASKEP ATRESIA ESOPHAGUS

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86%  kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali.

Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang nasogastrik masih bisa  dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut  (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).

Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%  dan bisa hingga 30-50 % jika  ada dua faktor resiko.

Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.

Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan di angkat pada makalah ini adalah apa itu atresia esofagus dan bagaimana asuhan keperawatannya.

1.3 Tujuan

Tujuan umum

Dengan adanya makalah ini,diharapkan mahasiswa-mahasiswi memahami apa itu atresia esofagus dan mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan atresia esofagus.

Tujuan khusus

Diharapkan mahasiswa-mahasiswi dapat memahami tentang:

1) Definisi atresia esofagus

2) Etiologi atresia esofagus

3) Klasifikasi atresia esofagus

4) Manifestasi klinik dari atresia esofagus

5) Komplikasi dari operasi perbaikan pada atresia esofagus

6) Asuhan keperawatan pada atresia esofagus.

 


 

BAB II

KONSEP DASAR TEORI

  1. I.                   Pengertian

Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).

Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

  1. II.                Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18  dengan dugaan penyebab genetik.

Namun saat ini, teori  tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

III.      Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

  1. Epidemiologi

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.

Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.

Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali  lebih sering pada janin yang  kembar.

V.        Klasifikasi

Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot  berujung  pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .

Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)

segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.

Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.

Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus  tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.

Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa, Gross D).

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

VI.       Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.Dismotilitas esophagus.

Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai     tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat     saat bayi sudah mulaimakan dan minum.
2.Gastroesofagus refluk.

Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.Trakeo esogfagus fistula berulang.

Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4.Disfagia atau kesulitan menelan.

Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.Kesulitan bernafas dan tersedak.

Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6.Batuk kronis.

Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7.Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.

Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.                          

VII.     Diagnosis

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan  harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.

Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka  diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI

Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan  untuk pertamakali, kateter bore yang kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:

Memasukkan selang nasogastrik

Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.

VIII.    Gambaran Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:

Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi

Sianosis

Batuk dan sesak napas

Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas

Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus

Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk

Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.

 

IX.       Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi.

Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut

Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal

Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.

Analgetik  diberi jika dibutuhkan

Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan

Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus

Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.

Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.

Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus

.                    

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOPHAGUS

Pengkajian Keperawatan

Lakukan pengkajian bayi baru lahir

Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)

Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya radiografi dada dan abdomen; kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut tersumbat.

Kaji tanda-tanda distres pernapasan.

Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi

Kriteria Hasil:

Jalan napas tetap paten

Bayi tidak teraspirasi sekresi

Pernapasan tetap pada batas normal

No Intervensi Rasional

1.

Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring.

2.

Beri posis terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300). Untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki.

3.

Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik. Untuk membantu menghilangkan distress pernapasan.

4.

Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; kantong resusitasi/ masker). Karena dapat memasukkan udara ke dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekana tambahan pada rongga torakal.

5.

Puasakan Untuk mencegah aspirasi.

6.

Pertahankan penghisapan segmen esophagus secara intermitten atau kontinue, bila di pesankan pada masa pra operasi. Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut tetap kosong.

7.

Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi. Agar udara dapat keluar, meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.

Diagnosa keperawatan: Kerusakan (kesulitan) menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis.

Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.

Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan.

No

Intervensi

Rasional

1.

Beri makan melalui gastrostomi sesuai dengan ketentuan Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian makanan oral memungkinkan.

2.

Lanjutkan pemberian makan oral sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi dan perbaikan pembedahan. Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi

3.

Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa tersedak.

4.

Pntau masukan keluaran dan berat badan. Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.

5.

Ajarkan keluarga tentang teknik pemberian makan yang tepat. Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.

Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan: Pasien tidak mengalami trauma pada sisi pembedahan.

Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi pembedahan.

No Intervensi Rasional
1. Hisap hanya dengan kateter yang diukur sebelumnya sampai ke jarak yang tidak mencapai sisi pembedahan. Untuk mencegah trauma pada mukosa.

Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil:

Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan  non- nutrisi.

Mulut tetap bersih dan lembab.

Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

No Intervensi Rasional
1. Beri stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun). Untuk memudahkan perkembangan optimal dan meningkatkan kenyamanan.
2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan membran mukosa lembab.
3. Beri analgesik sesuai ketentuan
4. Dorong orangtua untuk berpastisipasi dalam perawatan anak. Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.

Diagnosa keperawatan :perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek fisik. Tujuan : pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan anak di rumah.

Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn perawatan pada bayi, memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.

No.

Intervensi

Rasional

1.

Ajarkan pada keluarga tentang keterampilan dan observasi kebutuhan perawat di rumah:

  • Beri posisi
  • Tanda-tanda distress pernapasan
  • Tanda-tanda komplikasi; menolak makan, disfagia, peningkatan batuk.
  • Kebutuhan alat dan bahan yang diperlukan
  • Perawatan gastrostomi bila bayi telah dioperasi, termasuk teknik-teknik seperti pengisapan, pemberian makan, perawatan sisi operasidan atau ostomi, dan penggantian balutan.
  • Untuk mencegah aspirasi
  • Untuk mencegah keterlam-batan tindakan
  • Agar praktisi dapat diberitahu
  • Untuk menjamin perawatan yang tepat setelah pulang.

 

 

 

 

 


 

 

 

BAB III

                                                              PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+).

Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi pada sebelum kelahiran (prenatal)

Klasifikasi atresia esofagus

1)      Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC)

2)      Atresia erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%Vogt III & Gross B).

3)      Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)

4)      Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)

5)      Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt   IIIa, Gross D).

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.

F:\Bhn Atresia Esophagus\Atresia_Esofagus.html

F:\Bhn Atresia Esophagus\aa1.htm

F:\Bhan Atresia Esophagus\imgres_files\esophageal-atresia.htm

F:\Bhan Atresia Esophagus\Referat Atresia Esofagus « Asteriondoctor’s Blog.htm

 

ASKEP JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Prilaku Kekerasan

  1. Pengertian Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).

Baca pos ini lebih lanjut

ASKEP SKLEROSIS MULTIPEL

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sklerosis multipel adalah suatu penyakit oto imun yang ditandai oleh pembentukan antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf  perifer tidak terkena. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan edema yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada mielin.
Sklerosis multipel merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Sklerosis multipel memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan biasa hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu minggu atau bahkan berbulan bulan.

Baca pos ini lebih lanjut

ASKEP ATRESIA ANI

ASKEP ATRESIA ANI

  1. 1.        PENGERTIAN

 

Anus imperforata merupakan sutu kelainan malforasi kongenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap daerah anus.(A.Azis Alimun Hidayat hal;26)

Baca pos ini lebih lanjut

ASKEP GLOMERULUS NEFRITIS KRONIK

BAB II

LANDASAN TEORI

 

KONSEP DASAR TEORI

  1. Defenisi

Adalah glomerulonefritis tingkat akhir (“and stage”) dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible.

Baca pos ini lebih lanjut